Tampilkan postingan dengan label SKRIPSI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label SKRIPSI. Tampilkan semua postingan

CONTOH SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG BELALANG (Locusta migratoria) DALAM RANSUM TERHADAP PERSENTASE KARKAS DAN LEMAK ABDOMINAL AYAM KAMPUNG BAB IV


BAB IV
MATERI DAN METODE
Materi
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini direncanakan dilakukan pada bulan Maret sampai Mei 2013, penelitian tahap I bertempat  di kandang Laboratorium Ilmu Ternak Unggas Bagian Produksi Ternak dan tahap II bertempat di Laboratorium Pangan Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada.

Ternak
Ternak yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 45 ekor ayam kampung betina, berat badan seragam, umur dua bulan, berasal dari Pasar Tradisional Terban Yogyakarta. Ternak diacak secara acak dibagi menjadi lima kelompok sesuai perlakuan dengan jumlah ulangan ternak tiap perlakuan adalah tiga ekor.

Kandang
Kandang yang digunakan adalah kandang individu tipe litter yang terbagi dalam lima petak dengan ukuran tiap petak 1,5×1,5×1,5 meter sebanyak 5 unit kandang. Masing-masing petak dilengkapi dengan tempat makan dan minum, serta bola lampu 40 watt untuk penerangan.

Pakan penelitian
Bahan pakan yang digunakan sebagai penyusun ransum dalam penelitian antara lain; jagung kuning, dedak halus, bungkil kedelai, Poultry Meat Meal (PMM), tepung belalang dan mineral B12. Pemberian pakan dan minum diberikan secara ad libitum. Pakan penelitian terdiri dari lima perlakuan pakan. Setiap perlakuan terdiri dari tiga ulangan dan setiap ulangan menggunakan tiga ekor ayam. Perlakuan I (kontrol) kelompok ayam kampung yang diberi ransum tanpa tepung belalang (0%) , perlakuan II kelompok ayam kampung yang diberi ransum + tepung belalang (2,5%), perlakuan III kelompok ayam kampung yang diberi ransum + tepung belalang (5%), perlakuan IV kelompok ayam kampung yang diberi ransum  + tepung belalang (7,5%) dan perlakuan V kelompok ayam kampung yang diberi ransum + tepung belalang (10%).

Pengadaan pakan
            Pakan tepung belalang dibuat dan diracik sendiri, tetapi pakan yang lain membeli dari pabrik . Semua pakan berbentuk tepung.
Menurut  Hartadi (1980), tahapan pembuatan tepung tulang yaitu penimbangan, pembersihan, penguapan atau tekanan autoklaf, pengeringan, penggilingan atau pengecilan ukuran partikel dan penyaringan. Proses pembuatan tepung belalang, menirukan seperti metode pembuatan pada tepung tulang. Metode tersebut diaplikasikan agar produk yang dihasilkan berkualitas.
Peralatan
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari timbangan pakan untuk menimbang , timbangan ayam merk MC dengan kepekaan 0,1 kg, Wiley mill dengan diameter lubang saringan 4 mm untuk mengiling pakan belalang dan alat kebersihan
Metode
Rancangan Penelitian
Penelitian ini disusun dengan Rancangan Acak Lengkap pola searah dengan lima perlakuan pakan. Setiap perlakuan terdiri dari tiga ulangan dan setiap ulangan menggunakan tiga ekor ayam kampung.

Pakan perlakuan penelitian
Pakan perlakuan dalam penelitian ada 5 macam dengan menggunakan tepung belalang dengan level yang berbeda yaitu :
R0       : pakan dengan 0,0 % tepung belalang dan 10,0% PMM
R1       : pakan dengan 2,5 % tepung belalang dan 7,5% PMM
R2       : pakan dengan 5,0 % tepung belalang dan 5,0% PMM
R3       : pakan dengan 7,5 % tepung belalang dan 2,5% PMM
R4       : pakan dengan 10,0 % tepung belalang dan 0,0% PMM

Tahap Persiapan Penelitian
Sebelum penelitian dimulai kandang dibersihkan terlebih dahulu dengan air, kemudian di sucihamakan dengan desinfektan. Untuk mencegah penyakit Newcastle Disease, ayam kampung divaksin melalui air minum pada umur dua bulan. Ekskreta dibersihkan seminggu sekali.
Penempatan ayam kampung
Unit perlakuan dalam kandang diacak sebelum ditempati ayam. Kemudian sebanyak 45 ekor ayam kampung berumur dua bulan dibagi secara acak ke dalam lima unit kandang litter. Dalam penelitian ini ada lima macam perlakuan pakan. Setiap perlakuan terdiri dari tiga ulangan dan setiap ulangan menggunakan tiga ekor ayam kampung.
Tahap pemeliharaan
Pemeliharaan dan perlakuan pakan dilakukan selama dua bulan. Selama pemeliharaan, ternak dikandangkan dalam kandang individu, hal ini dikondisikan agar perlakuan pakan dari masing-masing ternak tersebut dapat dibedakan. Dalam tahap persiapan dilakukan beberapa kegiatan, diantaranya yaitu persiapan pakan, perbaikan kandang dan tempat pakan, pembersihan tempat pakan dan minum.
Tahap pemotongan
Ternak dipotong di rumah potong ayam atau Abbatoir. Penimbangan bobot badan dilakukan setiap minggu. Kemudian ayam kampung dipotong pada umur empat bulan dan dilakukan penimbangan karkas, paha, dada dan lemak abdomen. Sebelum dipotong, ayam kampung ditimbang untuk mengetahui bobot potong yang dihasilkan.
Pengumpulan Data
Pengamatan dan pengumpulan data dilaksanakan selama dua bulan. Data yang diambil dan dianalisis variansi adalah pertambahan berat badan, konsumsi pakan, konversi pakan dan persentase karkas.

Variabel yang diamati
Pertambahan berat badan. Pertambahan berat badan adalah diperoleh dari selisih penimbangan berat badan ayam pada awal perlakuan. Pertambahan berat badan harian dihitung berdasarkan selisih antara berat badan awal (g/ekor/hari) dengan berat badan akhir (g/ekor/hari) dibagi dengan jumlah hari penelitian. Satuan untuk pertambahan berat badan adalah gram.
Konsumsi pakan. Konsumsi pakan diperoleh dari selisih penimbangan pakan yang diberikan dengan sisa setiap satu minggu sekali. Satuan untuk konsumsi pakan adalah gram.
Konversi pakan. Konversi pakan diperoleh dengan membandingkan antara konsumsi pakan dengan pertambahan berat badan.
Persentase karkas dan bagian-bagiannya
Peubah yang diamati dalam penelitian ini yaitu :
1. Persentase karkas
Nilai persentase karkas diperoleh dengan membagi bobot karkas dengan bobot sesaat sebelum ayam kampung dipotong dikali 100%.
2. Persentase dada
Nilai persentase dada diperoleh dengan cara membagi bobot dada dengan bobot karkas dikali 100%.
3. Persentase daging dada
Nilai persentase daging dada diperoleh dengan cara membagi bobot daging dada dengan dada dikali 100%.
4. Persentase tulang dada
Nilai persentase tulang dada diperoleh dengan cara membagi bobot tulang dada dengan dada dikali 100%.
5. Persentase paha
Nilai persentase paha diperoleh dengan cara membagi bobot kedua paha dengan bobot karkas dikali 100%.
6. Persentase daging paha
Nilai persentase daging paha diperoleh dengan cara membagi bobot daging paha dengan bobot paha utuh dikali 100%.
7. Persentase tulang paha
Nilai persentase tulang paha diperoleh dengan cara membagi bobot tulang paha dengan bobot paha utuh dikali 100%.
8. Persentase lemak abdomen
Nilai persentase lemak abdomen diperoleh dengan cara membagi bobot lemak abdomen dengan bobot potong dikali 100%.

Analisis data
Hasil penelitian ini dianalisis dengan analisis variansi. Setiap terjadi perbedaan antar perlakuan dianalisis dengan uji Duncan’s Multiple Range Test  (DMRT) (Steel dan Torrie, 1989).

CONTOH SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG BELALANG (Locusta migratoria) DALAM RANSUM TERHADAP PERSENTASE KARKAS DAN LEMAK ABDOMINAL AYAM KAMPUNG BAB III


BAB III
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
Landasan Teori
Ayam kampung mempunyai peran yang sangat penting didalam meningkatkan gizi masyarakat maupun dalam peningkatan pendapatan. Cara pemeliharaannya yang tidak memerlukan persyaratan berat, karena telah beradaptasi dengan lingkungan dan memiliki daya tahan terhadap penyakit yang lebih besar dibandingkan dengan ayam ras. Sebagai sumber protein hewani ayam kampung mempunyai kelebihan seperti dagingnya lebih disukai masyarakat dan harga daging dan telurnya lebih mahal dibanding dengan ayam ras. Ayam kampung yang biasa diumbar menyukai pakan berasal dari hewan, contohnya seperti cacing dan belalang.
Dalam bidang peternakan, pakan merupakan salah satu faktor lingkungan yang menunjang produktivitas ternak. Sebagai komponen produksi, pakan merupakan biaya terbesar yang dapat  mencapai 70% dari total biaya produksi. Untuk itu perlu diupayakan untuk menurunkan biaya pakan dan meningkatkan nilai nutrisi pakan melalui teknik pengolahan pakan. Bahan pakan sumber protein berasal dari hewan (hewani) dan tumbuhan (nabati). Bahan pakan sumber protein khususnya tepung ikan dan bungkil kedelai pada umumnya mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi. Protein hewani kandungan asam aminonya lebih lengkap sehingga selalu dipakai dalam penyusunan pakan ayam. Disamping itu masih bersaing dengan kebutuhan manusia sehingga ransum dengan protein tinggi harganya mahal. Oleh karena itu perlu adanya bahan pakan alternatif yang dapat dimanfaatkan dalam ransum untuk memenuhi kebutuhan nutrien.
            Belalang termasuk salah satu pakan ayam, yang disukai oleh ternak. Tingkat palatabilitas ayam kampung terhadap belalang mentah (segar) tinggi, terlihat pada saat ayam kampung mematuk-matuk dan waktu memakannya yang relatif singkat. Belalang bisa diolah menjadi tepung. Tepung belalang memiliki kandungan protein sekitar 60%, sehingga ada kemungkinan untuk mengganti tepung ikan. Belalang merupakan hama pertanian yang ketersediaannya hanya melimpah pada saat musim tertentu. Selain itu kelemahan belalang ini terletak pada kandungan khitin yang menyebabkan nilai cerna protein kasar oleh ayam hanya 62%.
Teknik pengolahan pakan dengan membuat tepung belalang dimungkinkan dapat menjadi solusi dari permasalahan diatas, sehingga pakan lebih mudah dicerna dan diharapkan dapat mempertahankan kandungan nutrien.

Hipotesis
Pemberian tepung belalang dapat meningkatkan persentase karkas dan menurunkan lemak abdominal ayam kampung.

CONTOH SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG BELALANG (Locusta migratoria) DALAM RANSUM TERHADAP PERSENTASE KARKAS DAN LEMAK ABDOMINAL AYAM KAMPUNG BAB II


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ayam Kampung
Ayam kampung adalah ayam lokal Indonesia yang berasal dari ayam hutan merah yang telah berhasil dijinakkan. Akibat dari proses evolusi dan domestikasi, maka terciptalah ayam kampung yang telah beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya, sehingga lebih tahan terhadap penyakit dan cuaca dibandingkan dengan ayam ras (Sarwono, 1991). Ayam kampung mempunyai kelebihan pada daya adaptasi tinggi karena mampu menyesuaikan diri dengan berbagai situasi, kondisi lingkungan dan perubahan iklim serta cuaca setempat. Ayam kampung memiliki bentuk badan yang kompak dan susunan otot yang baik. Bentuk jari kaki tidak begitu panjang, tetapi kuat dan ramping, kukunya tajam dan sangat kuat mengais tanah. Ayam kampung penyebarannya secara merata dari dataran rendah sampai dataran tinggi.
Penyebaran ayam kampung hampir merata di seluruh pelosok tanah air. Salah satu ciri ayam kampung adalah sifat genetiknya yang tidak seragam. Warna bulu, ukuran tubuh dan kemampuan produksinya tidak sama merupakan cermin dari keragaman genetiknya. Disamping itu badan ayam kampung kecil, mirip dengan badan ayam ras petelur tipe ringan (Rasyaf, 1998). Ayam buras yang dipelihara secara tradisional di pedesaan mencapai dewasa kelamin pada umur 6 sampai 7 bulan dengan bobot badan 1.4 sampai 1.6 kg (Supraptini, 1985 ). Ayam buras sebagai ayam potong biasanya dipotong pada umur 4 sampai 6 bulan. Margawati (1989) melaporkan bahwa berat badan ayam kampung umur 8 minggu yang dipelihara secara tradisional dan intensif, pada umur yang sama mencapai 1.435,5 g.
Pakan Ayam Kampung
Pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan, dicerna sebagian ataupun seluruhnya, serta bermanfaat untuk ternak itu sendiri Tillman et al. (1998).
Sampai saat ini standar gizi ransum ayam kampung yang dipakai di Indonesia didasarkan rekomendasi Scott et al. (1982) dan NRC (1994). Menurut Scott et al. (1982) kebutuhan energi termetabolis ayam tipe ringan umur 2-8 minggu antara 2600-3100 kcal/kg dan protein pakan antara 18%-21,4% sedangkan menurut NRC (1994) kebutuhan energi termetabolis dan protein masing-masing 2900 kcal/kg dan 18%. Standar tersebut sebenarnya adalah untuk ayam ras, sedangkan standar kebutuhan energi dan protein untuk ayam kampung yang dipelihara di daerah tropis belum ada.
Tillman et al., (1998) menyatakan bahwa tubuh ternak dibangun dari zat zat makanan yang diperoleh dari ransum yang dikonsumsi. Komposisi tubuh ternak dipengaruhi oleh umur, jenis ternak dan makanan yang dimakan. Protein merupakan salah satu nutrien yang perlu diperhatikan baik dalam menyusun ransum maupun dalam penilaian kualitas suatu bahan. Protein dibutuhkan oleh ayam yang sedang tumbuh untuk hidup pokok,  pertumbuhan bulu dan pertumbuhan jaringan              (Scott et al., 1982). Wahyu (1992) menyatakan bahwa karkas ayam biasanya mengandung protein 18 % dalam jaringan tubuhnya dan protein bulu 82 %. Untuk memenuhi kebutuhan protein sesempurna mungkin, maka asam asam amino essensial harus disediakan dalam jumlah yang tepat dalam ransum (Anggorodi, 1985).
Menurut Sinurat (1991), kebutuhan nutrien ayam kampung dibagi menjadi tiga fase yaitu, fase starter I, fase starter II dan fase grower. Pada fase starter I (0 sampai 12 minggu) kebutuhan ME 2600 kcal, PK 15 sampai 17%, Ca 0,9% dan P 0,45%. Pada fase starter II (12 sampai 22 minggu) kebutuhan ME sebesar 2400 kcal, PK  14%, Ca 1,0% dan P sebesar 0,40%. Pada fase grower  (lebih dari 22 minggu) kebutuhan ME 2400 sampai 2600 kcal, PK 14%, Ca 3,4% dan P 0,34%. Menurut NRC  (1994) untuk ayam pedaging dibutuhkan protein 23% pada umur 0 – 3 minggu, protein 20% pada umur 6 -8 minggu dengan 3200 kkal/kg energi metabolis.
Belalang
Menurut Hindayana (2003), klasifikasi belalang adalah sebagai berikut:
Kingdom                    : Animalia
Filum                          : Arthropoda
Kelas                          : Insekta
Ordo                           : Orthoptera
Subordo                     : Caelifera
Familia                       : Acrididae
Subfamilia                 : Oedipodinae
Triber                        : Locustini
Genus                       : Locusta
Spesies                    : migratoria
Common name        : Grasshopper
Nama ilmiah             : Locusta migratoria (Linnaeus, 1758)
Sinonim         : Locusta dancia L.; Pachytylus migratorius; P. danicus;  Acridiumigratorium.
Serangga mempunyai kandungan gizi yang baik terutama protein dan lemak (Hindayana, 2003). Selanjutnya menurut Koswara (2002) sebagian besar serangga kaya akan protein, yakni sekitar 40 sampai 60% dan lemak 10 sampai 15%. Belalang kalau diolah menjadi tepung mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi. Protein kasarnya mencapai 76%. Sedikit kelemahan pada tepung belalang adalah komposisi protein kasarnya mengandung nitrogen dalam bentuk senyawa khitin, terdapat pada bagian exoskeleton dan sulit dicerna oleh ayam (Nasroedin, 1998). Selanjutnya dijelaskan bahwa khitin mengandung N- acetylated-glucosamine polysacharide yang mengandung 7% nitrogen atau ekivalen dengan 43,7% PK (± 55% dari total protein kasar). Khitin ini menyebabkan nilai cerna PK tepung belalang pada ayam hanya mencai 69%. Kandungan PK belalang sedikit di bawah tepung ikan (Nasroedin, 1998).

Belalang (Locusta migratoria)
Seekor betina mampu menghasilkan telur sekitar 270 butir. Telur ini berwarna keputih-putihan dan berbentuk buah pisang, tersusun rapi dalam tanah pada kedalaman sekitar 10 cm. Menurut BPOPT (2000) telur-telur tersebut akan menetas setelah 17 hari, sementara menurut Farrow (1990), telur-telur tersebut menetas dari 10 sampai 50 hari bergantung temperatur.
Siklus hidup rata-rata 76 hari sehingga dalam setahun dapat menghasilkan empat sampai lima generasi di daerah tropis utamanya Asia Tenggara, sementara di daerah Subtropis serangga ini hanya menghasilkan satu generasi per tahun.
Dalam kehidupan dan perkembangan koloni belalang kembara dikenal mengalami tiga fase pertumbuhan populasi yaitu fase soliter, fase transien, dan fase gregaria. Pada fase “soliter”, belalang hidup sendiri-sendiri dan tidak menimbulkan kerugian atau kerusakan tanaman. Pada fase “gregaria”, belalang kembara hidup bergerombol dalam kelompok-kelompok besar, berpindah-pindah tempat dan menimbulkan kerusakan tanaman secara besar-besaran pula. Perubahan fase dari soliter ke gregaria dan sebaliknya dari gregaria kembali ke soliter dipengaruhi oleh kondisi iklim, melalui fase yang disebut transien.
Perubahan fase soliter ke fase gregaria biasanya dimulai pada awal musim hujan setelah melewati musim kemarau yang cukup kering (dibawah normal). Pada kondisi tersebut, biasanya terjadi peningkatan konsentrasi populasi belalang soliter yang berdatangan dari berbagai lokasi ke suatu lokasi yang secara ekologis sesuai untuk berkembang. Lokasi tersebut biasanya mempunyai lahan yang terbuka atau banyak rerumputan, tanahnya gembur berpasir, dekat sumber air (sungai, danau, rawa) sehingga kondisi tanahnya cukup lembab. Setelah berlangsung 3-4 generasi apabila kondisi lingkungan memungkinkan akan berkembang menjadi fase gregaria, melalui fase transien. Lokasi ini dikenal sebagai lokasi pembiakan awal.
Perubahan fase gregaria kembali ke fase soliter biasanya apabila keadaan lingkungan tidak menguntungkan bagi kehidupannya, terutama karena pengaruh curah hujan, tekanan musuh alami dan atau tindakan manusia melalui usaha pengendalian. Perubahan ini melalui fase transien pula.
Belalang kembara fase gregaria aktif terbang pada siang hari dalam kelompok-kelompok besar. Pada senja hari, kelompok belalang hinggap pada suatu lokasi, biasanya untuk bertelur pada lahan-lahan kosong, berpasir, makan tanaman yang dihinggapi dan kawin. Pada pagi harinya, kelompok belalang terbang untuk berputar-putar atau pindah lokasi. Pertanaman yang dihinggapi pada malam hari tersebut biasanya dimakan sampai habis. Sedangkan kelompok besar nimfa (belalang muda) biasanya berpindah tempat dengan berjalan secara berkelompok. Sepanjang perjalanan biasanya juga memakan tanaman yang dilewatinya.
Tanaman yang paling disukai belalang kembara adalah kelompok “Graminae” yaitu padi, jagung, sorgum, tebu, alang-alang, gelagah dan berbagai jenis rumput. Selain itu, belalang dapat memakan daun kelapa, bambu, kacang tanah, petsai, sawi, kubis daun. Tanaman yang tidak disukai antara lain kacang hijau, kedelai, kacang panjang, ubi kayu, tomat, ubi jalar dan kapas.
Gejala serangan belalang tidak spesifik tergantung pada tipe tanaman yang diserang dan tingkat populasi dari spesies ini. Biasanya bagian tanaman pertama yang diserang adalah daun dan termakan hampir keseluruhan daun termasuk tulang daun jika serangannya berat. Selain itu, spesies ini dapat pula memakan batang dan tongkol jagung jika populasinya sangat tinggi dengan sumber makanan terbatas.
Kandungan komposisi zat makanan pada belalang menurut Farida et al. (2008) yaitu ME (Energi termetabolis) sebesar 5285,91 kcal, PK (Protein Kasar)   70,26%, (Serat Kasar) 20,72%, sedangkan untuk nilai Calsium, Phospor, Lysin dan  Metionin tidak ada.

Persentase karkas
Karkas adalah bagian tubuh unggas setelah dilakukan penyembelihan secara halal, pencabutan bulu, dan pengeluaran jeroan, tanpa kepala, leher, kaki (Standar Nasional Indonesia, 2009). Persentase bobot karkas terhadap bobot hidup sering dijadikan acuan ukuran produksi dari seekor ternak potong. Persentase karkas dipengaruhi oleh genetik, fisiologi, umur dan berat tubuh dan kandungan nutrien pakan selama ternak itik hidup. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) (2009), daging adalah otot skeletal dari karkas ayam yang aman, layak, dan lazim dikonsumsi manusia. Menurut Soeparno (2005), daging adalah semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Menurut Soeparno (2005), faktor genetik dan lingkungan mempengaruhi laju pertumbuhan dan komposisi tubuh. Faktor lingkungan dapat terbagi menjadi dua kategori yaitu faktor fisiologis dan nutrien. Proporsi tulang, otot dan lemak sebagai komponen karkas dipengaruhi oleh umur, berat hidup dan kadar laju pertumbuhan. Bila proporsi salah satu variabel lebih tinggi, maka proporsi salah satu atau kedua variabel lainnya lebih rendah (Soeparno, 2005).
Definisi karkas menurut Swatland (1984) persentase karkas ayam dinyatakan dengan rumus perbandingan bobot karkas dengan bobot hidup dikalikan dengan 100%. Karkas ayam adalah ayam yang sudah dipotong dan telah dibersihkan bulunya tanpa kepala, leher, kaki dan jeroan.Bagian dada dan paha adalah salah satu bagian karkas yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi (Omojola, 2007).
Persentase karkas merupakan faktor penting untuk menilai produksi ternak pedaging. Umumnya persentase dan kualitas karkas pada ayam muda lebih baik dibanding dengan ayam tua. Pada umur yang sama ayam jantan menghasilkan persentase karkas yang lebih tinggi dibanding ayam betina (Soeparno, 2005).

Lemak Abdominal
Pada dasarnya lemak daging pada ayam kampung dikategorikan menjadi dua jenis yaitu lemak yang secara fisiologis diperlukan oleh tubuh dan lemak limbah. Lemak abdominal adalah salah satu contoh lemak limbah. Batasan tentang lemak abdominal yaitu lemak yang terdapat dalam rongga perut di sekitar bursa fabricus dan kloaka (Hargis dan Creger, 1980).
Lemak abdominal merupakan salah satu indikator dalam menilai efisiensi pemanfaatan pakan. Semakin tinggi persentase lemak abdominal mengindikasikan bahwa penggunaan pakan tersebut tidak efisien. Adanya timbunan lemak abdominal pada rongga perut akan mempengaruhi bobot karkas, sebab lemak abdominal ini akan dikeluarkan dari karkasnya pada saat pemotongan. Jumlah lemak abdominal dalam tubuh dinyatakan dengan persentase terhadap bobot tubuh (Swatland, 1984). Kandungan lemak abdominal dikatakan berlebihan apabila mencapai 3 sampai 5%. Pada ayam jantan persentase bobot lemak abdominal berkisar antara 1,070 % sampai dengan 3,870% sedangkan untuk ayam betina berkisar 1,070 % sampai dengan 4%.
Lemak karkas mempunyai korelasi positif dengan lemak abdominal artinya penimbunan lemak dalam rongga tubuh adalah sejalan dengan penimbunan lemak dalam karkas. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penimbunan lemak adalah suhu kandang, umur, jenis kelamin dan kandungan energi dalam ransum (Nelwida, 2003).

CONTOH SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG BELALANG (Locusta migratoria) DALAM RANSUM TERHADAP PERSENTASE KARKAS DAN LEMAK ABDOMINAL AYAM KAMPUNG BAB I

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
            Di sekitar persawahan wilayah Kota Tasikmalaya pada saat akan menjelang musim panen padi terdapat hama padi dan jagung yaitu belalang, jenis serangga spesies Locusta migratoria. Locusta migratoria  merupakan hewan yang berumur pendek sekitar 76 hari dan hanya dapat ditemukan pada musim tertentu (Adnan, 2009).
Belalang termasuk hama karena merusak tanaman pertanian. Lingkungan tropis sangat mendukung bagi pertumbuhan ribuan jenis serangga banyak diantaranya ternyata diolah menjadi makanan. Bahkan hampir tiap tahun beberapa lahan pertanian di negara kita dilanda hama serangga khususnya belalang yang menghabiskan tanaman padi dan palawija.
Beberapa cara untuk mengendalikan populasi hama belalang yaitu pengendalian secara biologis, mekanis atau fisika dan kimia. Salah satu jenis cara untuk mengendalikan populasi hama belalang yaitu dengan gelombang ultrasonik (Sitompul, 2005). Berdasarkan sumber yang lain yaitu dengan cara penanaman kembali dengan tanaman yang tidak disukai belalang seperti kedelai, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar, kacang panjang, tomat, kacang tanah, petsai, kubis, sawi atau lainnya. Selain itu ada pula cara penanggulangan yang lain yaitu dengan insektisida, penangkapan menggunakan jaring dan menghadirkan musuh biologis atau agen hayati dari belalang (Adnan, 2009).
Cara yang lain yaitu memanfaatkan tepung belalang, sebagai sumber bahan pakan alternatif untuk ternak unggas. Belalang merupakan serangga yang kaya akan protein, nilainya sekitar 40 sampai 60%. Salah satu faktor penting dalam memilih serangga untuk bahan pangan adalah jumlah yang tersedia di suatu tempat dan suatu waktu (Koswara, 2002). Hal ini dilakukan dengan mengeksploitasi sebanyak-banyaknya hewan belalang, ketika pada musim panen berlangsung sehingga saat peledakan jumlah populasi belalang tersebut dapat diminimalisir.
Ayam kampung merupakan salah satu jenis ternak yang cukup berpotensi untuk dikembangbiakkan. Ayam kampung merupakan ayam lokal di Indonesia yang kehidupannya sudah lekat dengan masyarakat, ayam kampung juga dikenal dengan sebutan ayam buras (bukan ras), atau ayam sayur. Penampilan ayam kampung sangat beragam, begitu pula sifat genetiknya, penyebarannya sangat luas karena populasi ayam buras dijumpai di kota maupun desa. Potensinya patut dikembangkan untuk meningkatkan gizi masyarakat dan menaikkan pendapatan keluarga.
Diakui atau tidak selera konsumen terhadap ayam kampung sangat tinggi. Hal itu terlihat dari pertumbuhan populasi dan permintaan ayam kampung yang semakin meningkat dari tahun ke tahun (Aman, 2011). Hal ini terlihat dari peningkatan produksi ayam kampung dari tahun ke tahun, dimana pada tahun 2001 sampai 2005 terjadi peningkatan sebanyak 4,5 % dan pada tahun 2005 sampai 2009 konsumsi ayam kampung dari 1,49 juta ton meningkat menjadi 1,52 juta ton (Aman, 2011). Mempertimbangkan potensi itu, perlu diupayakan jalan keluar untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi pengeluaran biaya pakan.
Kondisi yang ada terkait dengan masalah utama dalam pengembangan ayam kampung adalah rendahnya produktifitas dan kualitas pakan. Salah satu faktor penyebabnya adalah sistem pemeliharaan yang masih bersifat tradisional, jumlah pakan yang diberikan belum mencukupi dan pemberian pakan yang belum mengacu kepada kaidah ilmu nutrisi (Gunawan, 2002; Zakaria, 2004), terutama sekali pemberian pakan yang belum memperhitungkan kebutuhan zat-zat makanan untuk berbagai tingkat produksi. Bahan pakan unggas berasal dari tumbuhan (nabati) dan hewan (hewani). Untuk mengurangi kompetisi kebutuhan biji-bijian untuk ternak dan untuk manusia, maka perlu dicari bahan pakan alternatif yang bisa digunakan sebagai bahan pakan untuk ternak, salah satunya adalah menggunakan tepung belalang sebagai bahan pakan alternatif sehingga dapat menekan biaya pakan.
Permasalahan dalam pemanfaatan tepung belalang sebagai bahan pakan ternak ayam kampung adalah ketersediaan dan kandungan khitin. Belalang diketahui kandungan proteinnya tinggi, tetapi kandungan khitinnya juga tinggi. Belalang ini dipilih sebagai bahan pakan alternatif karena disukai oleh ayam kampung (terutama belalang yang masih segar). Saat musim hama belalang, produksi melimpah sehingga diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pakan sumber protein yang dianggap lebih murah (Hindayana, 2003). Salah satu solusi dari permasalahan di atas yaitu dilakukan pembuatan tepung belalang, yang diharapkan dapat mengawetkan dan memperpanjang daya simpan pakan.
Masih sedikit penelitian mengenai serangga khususnya belalang yang digunakan dalam bahan pakan ternak, maka perlu diteliti pengaruh tepung belalang pada ternak khususnya ayam kampung. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperjelas karakteristik dan potensi belalang sebagai bahan pakan, terutama untuk pakan unggas.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung belalang terhadap persentase  karkas dan lemak abdominal ayam kampung.

Manfaat Penelitian
            Manfaat dari penelitian adalah: 1). Memberi informasi kepada masyarakat pada umumnya dan peternak pada khususnya dalam hal pemanfaatan belalang, yakni sebagai pakan alternatif untuk ayam kampung; 2). Untuk menurunkan populasi hama serangga belalang hama tanaman pertanian); 3). Dapat dijadikan pedoman dalam meningkatkan daya simpan pakan belalang yakni  dengan metode dibuat menjadi tepung.

CONTOH SKRIPSI SIMPULAN DAN SARAN ANALISIS GAYA BELAJAR SISWA YANG MENYONTEK SAAT ULANGAN


BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A.    Simpulan
Beberapa siswa telah melakukan aktivitas yang sesuai dengan gaya belajarnya, namun adapula yang belum sesuai dengan gaya belajarnya. Siswa akan bisa lebih mudah dalam menyerap pelajaran dengan cara belajar yang sesuai dengan gaya belajarnya masing-masing, sehingga memudahkannya dalam mengerjakan ulangan tanpa menyontek.
Siswa yang menyontek memiliki gaya belajar yang hampir seragam, yaitu visual. Maka hal ini lebih memudahkan guru untuk memberikan pendekatan dalam mengajar kepada siswa-siswa ini. Membuat catatan yang menarik berisi gambar dan warna-warna untuk setiap kalimat yang penting menjadi salah satu cara yang bisa diterapkan kepada siswa ini, dengan memperhatikan pula karakteristik yang lainnya pada setiap individu ini.
Namun walaupun ada siswa teridentifikasi telah belajar sesuai dengan gaya belajarnya tetapi dia masih menyontek ada faktor dari gurunya yang belum mengajar dengan variatif.
Siswa yang terlihat lambat dalam belajar, siswa yang sering membuat masalah di kelas, siswa yang tidak pernah memperhatikan guru ketika mengajar, adalah siswa yang lebih sering terlihat menyontek.
Guru pun memegang peranan yang sangat penting bagaimana agar semua siswa bisa menyerap pelajaran dengan mudah sesuai gayanya sendiri, dan memberikan perhatian lebih pada siswa dengan mencari tahu apabila terdeteksi ada permasalahan pada diri siswa.
Menjadi guru itu bukanlah pekerjaan yang mudah, guru dituntut untuk kreatif dalam mengajar, tidak mengajar dengan satu metode saja hingga siswa merasa bosan. Bahkan siswa yang cara belajarnya sudah sesuai dengan gaya belajarnya pun akan merasa frustasi di kelas karena cara mengajar guru yang tidak sesuai dengan dirinya. Akibatnya siswa mencari perhatian dengan perilaku-perilaku yang ditunjukkannya.
Selain itu, jika kepribadian seorang pelajar berbeda dengan cara mereka belajar, maka dijamin pelajaran akan menjadi siksaan besar. Sebab, apa yang mereka pelajari tidak bisa masuk dengan tepat ke memorinya.

B.     Saran
Berdasarkan kesimpulan yang didapat dari penelitian yang telah dilakukan, peneliti memberikan rekomendasi sebagai berikut:
1.      Guru hendaknya mengidentifikasi gaya belajar siswa di awal tahun ajaran, agar bisa disesuaikan dengan gaya mengajar yang hendak diberikan.
2.      Guru senantiasa merefleksi diri terhadap perilaku tidak baik yang muncul pada siswa dan mencari tahu penyebabnya sehingga tidak sembarangan memberikan penilaian terhadap perilaku siswa.
3.      Penelitian yang selanjutnya bisa lebih difokuskan untuk meneliti kesesuaian guru mengajar dengan karakteristik siswa di kelas.